Tugas
METODE PENELITIAN SOSIAL
“MENINGKATKAN
KINERJA PEMERINTAH DALAM MENGELOLA DAN MENGAWASI DANA APBD DI KECAMATAN
RANOMEETO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN”
OLEH:
LA ODE SUYADI SURYA ALAM
STAMBUK:
C1A00000
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Proses pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan
kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap pimpinan harus dapat menjalankan
fungsi pengawasan sebagai salah satu fungs
Xmanajemen. Dengan demikian peranan pengawasan sangat
menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana.
APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah
dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi
target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan
ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan
dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu
mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan.
Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat
dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem
anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari
perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang
dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang
dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan
melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja,
jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis
belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja
yang telah ditetapkan.
Ketika penerapan otononomi daerah, dimana pemberian
kewenangan dan keleluasaan (diskresi) kepada daerah untuk mengelola dan
memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
sedangkan pemerintahan yang bebas identik dengan penerapan otonomi daerah,
dimana pemberian kewenangan dan keleluasaan (diskresi) kepada daerah untuk
mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal bagi kesejahteraan
masyarakat.
Fungsi Pengawasan yang dilakukan DPRD di Indonesia pada
umumnya masih banyak mengalami kendala, diantaranya adalah tidak adanya
penetapan jadwal untuk agenda pengawasan, Lemahnya koordinasi antar anggota
komisi, dan kurangnya pengetahuan anggota DPRD sehingga pengawasan hanya
sekedar formalitas belaka atau hanya sekedar kunjungan kerja tanpa ada hasil
yang dicapai atau rekomendasi dari hasil pengawasan tersebut.
1.2
RUMUSAN MASALAH
11.BagaiMana
Konsep pengelolaan dan Pengawasan ?
22.BagaiMana
pengelolaan dan Pengawasan Dalam APBD ?
33.BagaiMana
Peran DPRD Dalam pengelolaan dan Pengawasan APBD ?
44.BagaiMana
Peran pengelolaan dan Pengawas Internal Pemerintah pusat & daerah ?
55.Bagaimana
Peran Publik Dalam pengelolaan dan Pengawasan APBD ?
1.3 TUJUAN
11.Untuk
Mengetahui BagaiMana Konsep pengelolaan dan Pengawasan ?
22.Untuk
Mengetahui BagaiMana pengelolaan dan Pengawasan Dalam APBD ?
33.Untuk
Mengetahui BagaiMana Peran Pemerintah Dalam mengelola dan mengawasi APBD ?
44.Untuk
Mengetahui BagaiMana Peran pengelolaan dan Pengawas Internal Pemerintah Daerah
& Pusat ?
55.Untuk
Mengetahui Bagaimana Peran Publik Dalam mengelola dan mengawasi APBD ?
1.3
MANFAAT
11.Dapat mengatahui pengelolaan dan pengawasan.
22.Dapat mengatahui pengelolaan dan pengawasan APBD.
33.Dapat mengatahui peran pemerintah dalam
pengelolaan dan pengawasan APBD.
44.Dapat mengatahui peran pengawas pemerintah daerah
dan pusat.
55.Dapat mengatahui peran masyarakat dalam mengawasi
APBD.
66.Sebagai bahan masukan bagi
pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan.
77.Sebagai bahan informasi dan
referensi bagi pihak yang berkepentingan untuk menganalisa masalah-masalah yang
berhubungan dengan APBD Kabupaten Konawe selatan.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pengolahan dana APBD
Di era reformasi
pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari
waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan rakaian bagaimana suatu Pemerintah
Daerah dapat menciptakan good
governance dan clean gBoverment dengan melakukan tata kelola
pemerintahan dengan baik. Keberhasilan dari suatu pembangunan di daerah
tidak terlepas dari aspek pengelolaan keuangan daerah yang di kelola dengan
manajemen yang baik pula.
Pengelolaan keuangan daerah yang
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2013 pasal 3 meliputi antara lain:
kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD,
penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD,
pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan
daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,
pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan
pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan keuangan daerah harus dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan,
kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
APBD
mempunyai fungsi :
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Fungsi APBD adalah sebagai berikut :
1.
Fungsi Otorisasi : Anggaran daerah merupakan
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2.
Fungsi Perencanaan : Anggaran daerah
merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
3.
Fungsi Pengawasan : Anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4.
Fungsi Alokasi : Anggaran daerah diarahkan
untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5.
Fungsi Distribusi : Anggaran daerah harus
mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
6. Fungsi
Stabilisasi : Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Oleh karena itu,
kedudukan APBD sangatlah penting sebagai alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah dalam proses pembangunan di
daerah. APBD juga merupakan alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan
publik (public accountability) yang
diwujudkan melalui program dan kegiatan. APBD merupakan instrumen kebijakan
yaitu sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat di daerah yang harus mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai
dengan potensi dan karakteristik daerah serta dapat memenuhi tuntutan
terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan
akuntabilitas publik. Proses penganggaran yang telah direncanakan dengan baik dan
dilaksanakan dengan tertib serta disiplin akan mencapai sasaran yang lebih
optimal. APBD juga menduduki posisi sentral dan vital dalam upaya pengembangan
kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Proses pembangunan di era
otonomi daerah memberikan celah dan peluang yang besar bagi Pemerintah Daerah
dalam menentukan kebijakan dan arah pembangunan yang mengutamakan potensi serta
keunggulan daerah sesuai dengan karakteristik daerah sehingga esensi dari
dokumen APBD yang dihasilkan dapat memenuhi keinginan dari semangat otonomi
daerah itu sendiri. Pemerintah Daerah juga dituntut melakukan pengelolaan
keuangan daerah yang tertib, transparan dan akuntabel agar tujuan utama dapat
tercapai yaitu mewujudkan good governance dan clean goverment.
2.1.1 Definisi
Keuangan Negara
“Keuangan
negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang
dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
(a) Berada dalam
penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik
ditingkat pusat maupun di daerah;
(b) Berada dalam
penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan
Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal
negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan
perjanjian dengan Negara.”
Pendekatan yang
digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek,
proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara
meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan
Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara,
dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan
Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari
sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan
dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
2.1.2.Asas-asas Umum
Pengelolaan Keuangan Negara
Prinsip-prinsip
dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku
juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan
dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
1. Kesatuan
: Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas
: Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh
dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan
: Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu
Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci
secara jelas peruntukannya.
4. Akrual
: Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran
yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang
seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada
kas.
5. Kas
: Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi
pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah.
Dalam rangka
mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan
keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung
jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar.Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945,Undang-undang
tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik
asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas
tahunan, asas universalitas, asas kesatuan,
dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices
(penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara,antara
lain:
a)
akuntabilitas berorientasi pada hasil;
b)
profesionalitas;
c)
proporsionalitas;
d)
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan
negara;
e)
pemeriksaan keuangan oleh badan
pemeriksa yang bebas dan mandiri.
2.1.3.Kekuasaan atas
Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku
Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang
bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden
dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan
kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga
yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang
keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah
Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya
adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu
pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat
kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme
checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme
dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
2.1.4. Penyusunan dan
Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan
mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam UU No. 17 Tahun 2003 meliputi penegasan tujuan
dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah
dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem
akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi
anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka
menengah dalam penyusunan anggaran. Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD
dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran
pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan
penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem
penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan
penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah
alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen
kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan
stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai
tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi
anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan
pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran
aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan
dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja
daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan
jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit
organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan
DPR/DPRD.
Untuk penyusunan
rancangan APBD, diperlukan adanya urutan Prioritas Anggaran Sementara (PPAS).
PPAS merupakan program priorotas dan patokan batas maksimal anggaran yang
diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan
RKA-SKPD.
Proses
perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada
PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis
besar sebagai berikut :
1.
Penyusunan
rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka kegiatan Membuat drainase dan
perluasan jalan di kecamatan ranomeeto barat kabupaten konawe selatan.
2.
Penyusunan
rancangan kebijakan umum anggaran dalam rangka menjalankan kegiatan pembuatan
drainase dan perluasan jalan.
3.
Penetapan
prioritas dan plafon anggaran sementara.
4.
Penyusutan
rencana kerja anggaran dan satuan Kerja perangkat daerah (SKPD).
5.
Penyusunan
rancangan perda APBD Penetapan APBD.
Ketentuan
mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam UU No. 17 Tahun 2003 meliputi Dari uraian di atas, maka proses
penyusunan APBD dapat digambarkan sebagai berikut :
1.
Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
2.
Kebijakan
Umum APBD
3.
Prioritas
Palafon Anggaran Sementara
4.
Rencana
Kerja Anggaran SKPD
5.
Rancangan
Perda APBD
6.
Perda
APBD
2.1.5.Pelaksanaan
APBN dan APBD
Azas umum pelaksanaan APBD telah
diatur di dalam pasal 54 PP No. 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan pasal 122 Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri No. 21 Tahun2011.berikut ini beberapa azas umum pelaksanaan APBD :
(a).
SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk
tujuan yang tidak tersedia anggarannya, dan/atau yang tidak cukup tersedia anggarannya dalam APBD.
(b).
Pelaksanaan belanja daerah, harus
didasarkan pada prinsip hemat,tidak mewah,efektif,efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan :
(c).
Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan daerah dikelola dalam APBD :
(d).
Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau
menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan :
(e).
Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan :
(f).
Penerimaan SKPD berupa uang atau cek
harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja :
(g)
Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk
setiap pengeluaran belanja;
(h)
Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran
tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD;
(i).
Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya
diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran:
(j).
Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
(k).
Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk
tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD;
(l)
Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif,
efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setelah APBN
ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih
lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian
negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden
tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang
APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian
negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk
tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan
dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota
dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk
memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah
pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama
kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi
yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan
APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester
berikutnya.
2.1.6.Pertanggungjawaban
Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu
upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan
pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan
mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum Undang-undang nomor 15 tahun 2014 tentang
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
Dalam
undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri
dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah.
Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan
pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus
disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya
tahun anggaran yang bersangkutan.
2.2. Pengawasan Dana APBD
Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya
adalah “awas”, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut controllingyang diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga
istilah controlling lebih luas artinya dari pada pengawasan. Akan tetapi
dikalangan ahli atau sarjana telah disamakan pengertian “controlling”
ini dengan pengawasan.
Jadi pengawasan adalah termasuk pengendalian.
Pengendalian berasal dari kata “kendali”, sehingga pengendalian mengandung arti
mengarahkan, memperbaiki, kegiatan, yang salah arah dan meluruskannya menuju
arah yang benar.
Akan tetapi ada juga yang tidak setuju akan disamakannya
istilahcontrolling ini dengan pengawasan, karena controlling pengertiannya lebih luas daripada pengawasan dimana
dikatakan bahwa pengawasan adalah hanya kegiatan mengawasi saja atau hanya
melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan saja hasil kegiatan mengawasi
tadi, sedangkan controlling adalah disamping melakukan pengawasan juga melakukan
kegiatan pengendalian menggerakkan, memperbaiki dan meluruskan menuju arah yang
benar.
2.2.1 Maksud dan tujuan pengawasan
Dalam Undang – undang nomor 32 tahun 2004
posisi DPRD dibuat sejajar dan menjadi mitra dengan Pemerinatah daerah. salah
satu kewenangan DPRD adalah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD.
Menurut Mardiasmo ada tiga aspek utama yang mendukung keberhasilan otonomi
daerah, yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan, ketiga hal tersebut
pada dasarnya berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya. pengawasan mengacu pada
tindakan atau kegiatan yang dilakukan di luar pihak eksekutif (yaitu masyarakat
dan DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. pengendalian (control) adalah mekanisme yang
dilakukan oleh pihak eksekutif (Pemerintah Daerah) untuk menjamin
dilaksanakannya sistem dan kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai. pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan oleh pihak yang memiliki
independensi dan memiliki kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil
kinerja pemerintah daerah telah sesuai dengan standar atau kriteria yang ada
(Mardiasmo, 2002 : 219).
Dalam rangka pelaksanaan pekarjaan dan untuk mencapai
tujuan dari pemerintah yang telah direncanakan maka perlu ada pengawasan,
karena dengan pengawasan tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dapat dilihat
dengan berpedoman rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh
pemerintah.
Dengan demikian pengawasan itu sangat penting dalam
melaksanakan pekerjaan dan tugas pemerintahan, sehingga pengawasan diadakan
dengan maksud untuk (mardiasmo,2002 : 219):
1. Mengetahui jalannya pekerjaan, pembuatan drainase dan perluasan
jalan apakah lancar atau tidak.
2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai
dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang
sama atau timbulnya kesalahan yang baru
3. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program
seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.
4. Mengatahui peningkatan efektifitas, efisiensi, rasionalitas, dan
ketertiban dalam pencapaian tujuan pelaksanaan kegiatan.
Berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir
mengemukakan agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung
oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna
serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali
dalam wujud pengawasan masyarakat (control social) yang obyektif,
sehat dan bertanggung jawab.
2.2.2 Macam-macam pengawasan
Dalam hal pengawasan dapat diklasifikasikan macam-macam
pengawasan berdasarkan berbagai hal, yaitu:
a. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan
secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti,
memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot” di tempat pekerjaan dan
menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Sedangkan
pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang
diterima dari pelaksana, baik lisan maupun tertulis, mempelajari
pendapat-pendapat masyarakat dan tanpa pengawasan.
b. Pengawasan Preventif dan Represif
Walaupun prinsip pengawasan adalah preventif, namun bila
dihubungkan dengan waktu pelaksanaan pekerjaan, dapat dibedakan antara
Pengawasan Preventif dan Pengawasan Represif. Pengawasan Preventif berkaitan
dengan pengesahan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah tertentu. Karena
tidak semua Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah memerlukan pengesahan.
Selama pengesahan belum diperoleh, Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala
Daerah yang bersangkutan belum berlaku dan pengawasan ini dilakukan melalui
preaudit sebelum pekerjaan dimulai.
c. Pengawasan Intern dan Pengawasan Ekstern
Pengawasan Intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh
aparat dalam organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan
oleh pucuk pimpinan sendiri. Akan tetapi di dalam praktek hal ini tidak selalu
mungkin. Oleh karena itu setiap pimpinan dalam organisasi pada dasarnya
berkewajiban membantu pucuk pimpinan untuk mengadakan pengawasan secara
fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Sedangkan Pengawasan
Ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi
sendiri. Seperti pengawasan dibidang keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
sepanjang meliputi seluruh Aparatur Negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan
Keuangan Negara terhadap Departemen dan Instansi pemarintah lain.
BPKP adalah lembaga
pemerintahan pusat non departemen yang dibentuk lewat Keppres No.103 Tahun
2001. BPKP bertugas untuk melakukan pengawasan penyelenggaran APBN.Badan pengawasan keuangan daan pembagunan (BPKP)
dibentuk berdasarkan keputusan presiden nomor 31 tahun 1983 tanggal 30 mei 1983
tentang badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP), yang sebelumnya
adalah direktorat djendral pengawaasan keuangan Negara (DDKN=DJPKN) yang
dibentuk berdasarkan keputusan presiden
nomor 26 tahun 1968.
Macam-macam pengawasan ini didasarkan pada
pengklasifikasian pengawasan. Disamping itu pula ada beberapa macam pengawasan
dilihat dari bidang pengawasannya, yakni:
a. Pengawasan anggaran pendapatan (budgetary control)
b. Pengawasan biaya (cost control)
c. Pengawasan barang inventaris (inventory control)
d. Pengawasan produksi (production control)
e. Pengawasan jumlah hasil kerja ( quality control)
2.2.3 Proses Pengawasan
Proses pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan
kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap pimpinan harus dapat menjalankan
fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen.
Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi
terhadap setiap pegawai yang berada dalam organisasi adalah wujud dari
pelaksanaan fungsi administrasi dari pimpinan organisasi terhadap para bawahan,
serta mewujudkan peningkatan efektifitas, efisiensi, rasionalitas, dan
ketertiban dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas organisasi.Pengawasan
yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi terhadap
pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan
baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan
dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya
pelaksanaan suatu rencana.
2.3 Kerngka Pikir
Dalam suatu mekanisme pembahasan
dibutuhkan suatu perencanaan yang matang agar setiap pembahasan megacuh pada acuan
yang menjadi pedoman dalam menyusun sebuah tulisan. Olehnya itu, untuk
mengatahui pembahasan dalam analisis system pegelolaan dan pengawasan dana APBD
di kecamatan ranomeeto barat kabupaten konawe selatan maka kerangka pemikiran didasari
dari hal-hal di bawah ini:
1. penyusunan
rencana kerja pemerintah.
2.
penyusunan rancangan kebijakan
umum anggaran.
3.
penetapan prioritas plafon dan
anggaran.
4.
penyusunan rencana kerja
anggaran.
5.
penyusunan rancangan perda dan
penetapan apbd
(pp nomor 58 tahun
2005)
|
1. Mengetahui jalannya pekerjaan
2.
Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai.
3.
Mengetahui pelaksanaan kerja.
4. Mengatahui peningkatan efektifitas, efisiensi, rasionalitas,
dan ketertiban dalam pencapaian tujuan
pelaksanaan,(mardiasmo,2002 :
219)
|
Rencana
Kerja pemerintah daerah (RKPD)
|
Kebijakan
umum pengelolaan dan pengawasan APBD.
|
Rancangan
prioritas plafon anggaran sementara
|
Menentukan
skala prioritas pembagunan daerah
|
Menentukan
prioritas program untuk
masing-masing urusan.
|
Prioritas pelaporan anggaran sementara.
|
Rancagan
penerimaan pembiayaan
|
Pembuatan
drainase dan perluasan jalan
|
Rencana
Kerja anggaran SKPD
|
Menyusun
plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
|
p
Perencanaan
pendapatan satuan Kerja perangkat darah (SKPD)
|
Perencanaan
penyusunan, pembahasan, dan pembuatan kesepakatan
|
Penetapan
APBD dan pelaksanaan kegiatan
|
Pembuatan
Drainase Dan Perluasan Jalan
|
Perencanaan
belanja langsung dan tidak langsung (SKPD)
|
Perencanaan
anggaran pendapatan dan belanja
|
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1
Lokasi penelitian
Penelitian
ini dilakukan dengan mengambil objektif penelitian di Kecamatan ranomeeto barat
kabupaten konawe selatan. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas beberapa
pertimbangan yaitu :
1.
Untuk
mengatahui pengelolaan APBD di ahlikan untuk kegiatan apa.
2.
Data
yang diperlukan oleh peneliti untuk menjawab masalah ini memungkinkan diperoleh
di tempat tersebut.
3.2.
Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Arikunto
(2006:130) populasi adalah subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti
semua elemen yang ada di dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di
daerah kecamatan ranomeeto barat kabupaten konawe selatan berjumlah ±13.000.
Adapun perincian populasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Daftar Desa di Kecamatan Ranomeeto Barat
|
No.
|
Desa
|
Kode Pos
|
Kecamatan
|
Kabupaten
|
Provinsi
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Desa Abeko
|
93871
|
Ranomeeto Barat
|
Konawe Selatan
|
Sulawesi Tenggara
|
2
|
Desa Amokuni
|
93871
|
Ranomeeto Barat
|
Konawe Selatan
|
Sulawesi Tenggara
|
3
|
Desa Boro-Boro Lameuru
|
93871
|
Ranomeeto Barat
|
Konawe Selatan
|
Sulawesi Tenggara
|
4
|
Desa Jati Bali
|
93871
|
Ranomeeto Barat
|
Konawe Selatan
|
Sulawesi Tenggara
|
5
|
Desa Laikandonga
|
93871
|
Ranomeeto Barat
|
Konawe Selatan
|
Sulawesi Tenggara
|
6
|
Desa Lameruru (Lameuru)
|
93871
|
Ranomeeto Barat
|
Konawe Selatan
|
Sulawesi Tenggara
|
7
|
Desa Opaasi
|
93871
|
Ranomeeto Barat
|
Konawe Selatan
|
Sulawesi Tenggara
|
8
|
Desa Sindang Kasih
|
93871
|
Ranomeeto Barat
|
Konawe Selatan
|
Sulawesi Tenggara
|
9
|
Desa Tunduno
|
93871
|
Ranomeeto Barat
|
Konawe Selatan
|
Sulawesi Tenggara
|
Total desa di Kecamatan Ranomeeto Barat = 9
|
3.2.2. Sampel
Jika
kita hanya akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian disebut
penelitian sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti,
karena desa dari populasi itu terdiri dari Sembilan desa, maka dalam penelitian
ini diambil hanya lima desa saja sebagai sampel.. Arikunto (2006:134)
menyatakan “Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100,
lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi.
Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%.
3.3 Jenis Penelitian
Penelitian ini berbentuk Field
Research dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan
metode ini penulis dapat memahami dan mengungkapkan tentang masalah yang
penulis teliti, dan juga metode kualitatif ini penulis dapat melakukan
interview dengan objek yang penulis teliti. Dapat dipahami bahwa menganalisa
deskriptif kualitatif adalah memberikan prediket pada variabel yang diteliti
sesuai dengan kondisi sebenarnya. Maksudnya adalah untuk memperoleh gambaran
yang sebenarnya antara keserasian teori dan praktek.
1. Data Kualitatif
Data
kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka. Data
kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya
wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang telah
dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data kualitatif
adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video.
2. Data Kuantitatif
Data
kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Sesuai dengan
bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik
perhitungan matematika atau statistika. Berdasarkan proses atau cara untuk
mendapatkannya, data kuantitatif dapat dikelompokkan dalam dua bentuk yaitu
sebagai berikut:
1.
Data diskrit adalah data dalam bentuk angka (bilangan) yang diperoleh dengan
cara membilang. Contoh data diskrit misalnya:
·
Jumlah penduduk di kecamatan
ranomeeto barat kabupaten konawe selatan sebanyak ±13.000 penduduk.
3.5
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini
adalah subjek darimana data diperoleh (Arikunto, 2006 : 123). Untuk memperoleh
data sehubungan dengan masalah yang akan penulis teliti. Perlunya
sumber data yang akan memeberikan informasi diantaranya yaitu :
1. Sumber
data primer
Sumber
data primer dalam penelitian ini adalah masyarakat, data yang diharapkan disini
adalah bagaimana masyarakat ikut serta dalam hal mengelola dan mengawasi dana
APBD.
2. Sumber
data sekunder
Sumber
data sekunder dalam penelitian ini adalah kepala desa dan seluruh staf prangkat
desa kecamatan ranomeeto barat kabupaten konawe selatan.
3.6 Teknik Pengumpulan
Data
Teknik pengumpulan data adalah
cara-cara yang dapat digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan data. Untuk
memperoleh data dilapangan yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti maka
penulis menggunakan teknik sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi yaitu pengamatan adalah
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan
dan penginderaan (Bungin, 2008 : 115). Untuk memperoleh data yang autentik
dalam pengumpulan data tentang pengelolaan dan pengawasan dana APBD peneliti
melakukan pengamatan secara cermat di seluruh desa yang ada di kecamatan
ranomeeto barat kabupaten konawe selatan.
2. Wawancara
Pada saat pengumpulan data selain
menggunakan teknik observasi, penulis juga menggunakan teknik wawancara.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil menatap muka antara pewawancara dengan informasi orang
yang diwawancarai (Bungin, 2008 : 108)
3. Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006 : 151)
Pengumpulan data dengan angket ini
penulis mengajukan daftar pertanyaan secara tertulis kepada responden, dimana
jawabannya sudah disediakan. Angket ini penulis tujukan kepada kepala desa,staf
perangkat desa dan masyarakat.
4. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan teknik
dokumentasi adalah data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkrip nilai, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda
dan sebagainya (Arikunto, 2006 : 231). Data yang akan dicari dapat berupa
arsip-arsip tertulis seperti peraturan-peraturan dan catatan harian, guna
mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
3.7 Teknik Analisis Data
Dalam pengolahan data penulis akan
memahami dan menganalisis dengan deskriptif kualitatif yang memberikan prediket
pada variabel yang diteliti sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, hasil ini
akan diperoleh dari pelaksanaan observasi dan wawancara dianalisis dengan
uraian dan penjelasan narasi (Anggoro), 2007 : 4).
Adapun
tahap-tahap analisis data yang penulis gunakan terdiri dari :
1.
Seleksi
data, yaitu menyeleksi data yang sudah terkumpul, apakah sudah terjawab masalah
penelitian yang akan disajikan atau belum.
2.
Klasifikasi
data yaitu mengklasifikasikan data yang telah terkumpul sesuai dengan masalah
yang telah ditetapkan.
3.
Menarik
kesimpulan yaitu menerik kesimpulan dari data yang penulis peroleh sesuai
dengan batasan masalah yang telah ditetapkan.
3.8
Variabel Penelitian
Variabel
penelitian adalah gejala yang terdapat dalam suatu masalah penelitian yang
memiliki identitas yang dapat diukur. Dalam penelitian ini terdapat dua
variabel yang dijadikan dalam pengajaran hipotesis yaitu variabel bebas (X) dan
variabel terikat (Y).
3.9
Definisi Operasional Variabel
1.
Pengaruh
adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu.
2.
Metode
The Learning Cell adalah bentuk belajar kooperatif dalam bentuk berpasangan,
dimana masyarakat bertanya dan menjawab pertanyaan secara bergantian
berdasarkan materi bacaan yang sama.
3.
Kemampuan
adalah kesanggupan, kecakapan atau kekuatan.
4.
Menulis
adalah aktivitas seseorang dalam menuangkan ide-ide, pikiran dan perasaan
secara logis dan sistematis dalam bentuk tertulis sehingga pesan tersebut dapat
dipahami oleh pembaca.
5.
Paragraf
argumentasi adalah bagian dari suatu karangan yang berisi seperangkat kalimat
yang tersusun secara logis dan sistematis.
6.
Argumentasi
adalah tulisan yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain
yang dirangkai dari beberapa kalimat bersumber dari fakta, pendapat dari hasil
pengamatan.
3.10 Teknik Analisis Data
Untuk
menganalisis data penelitian ini digunakan teknik dan langkah-langkah sebagai
berikut :
1.
Menetapkan
atau menghitung skor/ nilai mentah tiap-tiap anggota sampel, baik variabel x
maupun variabel y.
2.
Mencari
skor/ nilai rata-rata baik untuk hasil tes (yang menggunakan metode The
Learning Cell) maupun tes (yang tidak menggunakan metode The Learning Cell)
dengan cara menjumlahkan semua nilai siswa dibagi jumlah siswa.
3.
Menentukan
kemampuan membuat parafrasa dari teks tertulis dengan menggunakan metode The
Learning Cell dan kemampuan membuat parafrasa dari teks tertulis tanpa
menggunakan metode The Learning Cell.
BAB IV
PENUTUP
SEKIAN DAN TERIMA KASIH ... mohon maaf kepada teman-teman karena bab penutupnya tidak sempurna nanti teman-teman bisa langsung cari ajah di google cara membuat kata penutup.
jikalau teman-teman punya pertanyaan silahkan dikomentari ...